Minggu, 13 Maret 2016

Makalah Kerukunan dan Keharmonisan Umat Beragama


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perbedaan agama dapat menimbulkan terjadinya konflik di lingkungan masyarakat, dengan alasan yang beragam. Konflik yang terjadi yaitu karena adanya perbedaan ajaran, penafsiran terhadap ajaran, kurangnya kesadaran akan adanya perbedaan. Negara Indonesia merupakan suatu negara yang terdiri dari berbagai macam agama, agama yang diakui oleh pemerintah negara Indonesia yaitu : agama Buddha, Kristen, Katholik, Islam, Hindu dan Kong Hu Chu. Dari agama-agama tersebut terjadilah perbedaan agama serta ajaran yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia.Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik, bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar dan ajaran agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, saling tolong-menolong, saling menghargai dan menyayangi.
Dizaman sekarang ini banyak sekali masalah yang terjadi karena beda agama (beda keyakinan), terutama dilingkungan masyarakat diantaranya yaitu kurangnya toleransi antar sesama umat beragama, terkadang masih ada rasa fanatik hanya karena beda agama (beda keyakinan), masih ada pula orang yang menang sendiri (menggangap hanya agama yang dianutnya yang paling benar), terkadang menolong orang juga pilih-pilih. Itu tidak boleh terjadi di negara Indonesia, walaupun negara kita terdiri dari berbagai macam agama dan perbedaan tetapi tujuan dari semua agama itu sama, semuanya mengajarkan kebaikan dan menuntut untuk berbuat baik dan saling menghargai antar sesama serta tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya.Oleh karena itu kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama sangatlah penting untuk menciptakan suasana yang damai, tentram serta bahagia dalam kehidupan ini.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kerukunan Dan Keharmonisan Umat Beragama
Kerukunan adalah istilah yang berarti “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850). Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidak-rukunan, serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai, tenteram dan bahagia.
Keharmonisan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi damai yang tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi  agama adalah sikap saling menghargai tanpa melakukan diskriminasi dalam hal apapun, terutama dalam hal agama. Perbedaan agama pada dasarnya tidak menghalangi hubungan yang akrab antar umat, baik hubungan secara pribadi, hubungan keluarga atau hubungan kelompok. Interaksi terjadi dan terjalin dengan baik melalui berbagai kepentingan. Sebuah rumah makan halal bagi umat Muslim bisa saja dibuka oleh pemiliknya yang beragama Buddha atau Kristen, rupang-rupang Buddha dibuat oleh seniman Hindu dan Muslim, begitupun vihara dibangun oleh tangan-tangan tukang yang bukan beragama Buddha. Pelayanan sosial seperti rumah sakit walau berlatar belakang agama tertentu menerima pasien dari semua golongan agama, begitupun tentunya dalam memberi kesempatan kerja.
Kerukunan hidup beragama adalah suatu kondisi dimana semua golongan agama bisa hidup bersama-sama secara damai, tentram dan bahagia tanpa mengurangi hak dan kebebasan masing-masing untuk menganut dan melaksanakan kewajiban agamanya, (Wacana Buddha-Dharma, 2003:163). Kerukunan yang dimaksud disini adalah kerukunan untuk dapat bersikap saling menghargai setiap ajaran dan kewajiban yang diajarkan dalam suatu agama, kerukunan untuk tidak membedakan-bedakan orang (fanatik) meskipun memiliki agama atau kepercayaan yang berbeda tetapi sesungguhnya tujuan dari semua agama adalah sama, kerukunan untuk saling membantu dan saling tolong-menolong, saling memahami antara agama yang satu dengan agama yang lainnya.
Kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargaidan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.Kerukunan akan bisa tercapai apabila setiap kelompok agama bisa memahami dan memiliki prinsip “setuju dalam perbedaan”. Setuju dalam perbedaan berarti orang mau menerima perbedaan orang lain dan menghormati orang lain dengan seluruh aspirasi, keyakinan, kebiasaan, dan pola hidupnya, menerima dan menghormati orang lain dengan kebebasannya untuk menganut keyakinan agamanya sendiri.Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan saling toleransi antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Departemen agama juga menjadikan kerukunan antar umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yang diarahkan dalam tiga bentuk yaitu:
1.        Kerukunan intern umat beragama.
2.        Kerukunan antar umat beragama.
3.        Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia dan negara Indonesia menjadi negara yang kaya akan perbedaan tetapi tetap menjadi satu “ Bhinekka Tunggal Ika”.


B.     Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Kajian Buddha-Dharma
a.    Agama dan kerukunan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata Agama didefinisikan sebagai suatu sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Dewa dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.
Dalam Buddha Dhamma kata agama lebih dikenal dengan sebutan Sasana atau Dhamma, yang secara harafiah berarti kebenaran atau kesunyataan.Agama Buddha sering disebut Buddha Dhamma atau Buddha Sasana yang artinya ajaran yang menghantarkan orang yang melaksanakannya agar hidup bahagia di dunia, setelah kematian dapat terlahir di alam surga dan hingga pada akhirnya mencapai tujuan tertinggi yaitu tercapainya Nibbana. Buddha Dhamma sebagai pedoman untuk membebaskan diri dari penderitaan, sehingga mencapai kebahagiaan dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
Agar kerukunan hidup beragama dapar dipelihara dengan baik, sebagai umat Buddha wajib membina dan melaksanakan usaha-usaha agar dapat tercipta kerukunan dan keharmonisan yaitu:
1.      Tidak memaksakan kehendak atau keyakinan kepada orang lain.
2.      Bekerjasama dan gotong royong untuk mengerjakan sesuatu yang menyangkut
kepentingan bersama.
3.      Tidak membeda-bedakan antar umat dal hal agama dan keyakinan
4.      Memberi kesempatan penuh kepada orang lain untuk menjalankan ibadahnya.
5.      Menghormati orang lain yang sedang menjalankan ibadahnya.
6.      Saling menghormati perayaan Hari Besar Agama.
Agama Buddha adalah agama yang menjunjung tinggi keerukunan umat beragama. Sejarah perkembangan agama Buddha telah membuktikan bahwa apabila kerukunan umat beragama dapat terbina, maka dengan sendirinya akan terwujud  pula persatuan dan kesatuan bangsa.Buddha memberi petunjuk berupa “Faktor yang Membawa Keharmonisan” untuk memelihara kerukunan. Faktor-faktor itu adalah :

1        Cinta kasih diwujudkan dalam perbuatan, tutur kata.
2        Cinta kasih diwujudkan dalam pikiran dan pemikiran, dengan memiliki iktikad baik terhadap orang lain.
3        Memberi kesempatan kepada sesamanya untuk ikut menikmati apa yang diperoleh secara halal.
4        Didepan umum ataupun, memiliki pandangan yang sama, yang bersifat membebaskan dari penderitaan dan membawanya berbuat sesuai dengan pandangan tersebut, hidup harmonis, tidak bertengkar karena perbedaan pandangan (A.III, 288-289).

b.      Contoh-contoh kerukunan Dalam Perjalanan Sejarah Agama Buddha.
1)      Upali Sutta
Diceritakan bahwa semasa hidup Sang Buddha, Nigantha Nataputha seorang guru besar dari sekte agama Jaina mengutus Upali seorang siswanya yang cerdik, pandai dan berpengaruh di masyarakat untuk berdialog, memperbincangkan tentang ajaran Buddha yaitu Hukum Karma.
Setelah berdialog cukup panjang Upali memperoleh kesadaran bahwa ajaran Buddha tentang kamma adalah yang benar. Upali kemudian memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai muridnya. Sang Buddha menyuruh Upali untuk memikirkannya karena Upali adalah murid dari Guru Besar dan ternama, ia juga orang berkedudukan dan terpandang di masyarakat.
Akhirnya Sang Buddha menerima Upali sebagai muridnya dengan mengucapkan: “Kami terima anda sebagai umatku, sebagai muridku, dengan harapan anda tetap menghargai bekas agamamu dan menghormati bekas gurumu itu, serta membantunya”.
Dari cerita tersebut maka tampaklah bahwa masa kehidupan Sang Buddha telah menunjukkan demikian besarnya toleransi Sang Buddha terhadap keyakinan atau agama lain.



2.    Maha Raja Asoka (Prasati Asoka)
Raja Asoka dalam menjalankan pemerintahannya benar-benar menjaga toleransi dan kerukunan hidup beragama, semua agama yang berkembang saat itu diperlakukan adil.Untuk mewujudkan kerukunan hidup beragama tersebut, Raja Asoka telah mencanangkan Kerukunan Hidup Beragama yang terkenal dengan “Prasasti Batu Kalinga No.XXII Raja Asoka”.
Prasasti Asoka
Prasasti Asoka adalah prasasti buddhisme yang sangat terkenal karena mencerminkan sikap Agama Buddha yang mengajarkan kerukunan serta toleransi antar-umat beragama. Prasasti Asoka ditulis oleh Raja Asoka, seorang raja penganut buddhisme yang memimpin sebuah negara di daerah Asia Selatan pada sekitar 400-an SM.
Isi prasasti yang sangat terkenal tersebut adalah:
“Janganlah kita hanya menghormati agama sendiri dan mencela agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu.
Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri, untuk berkembang di samping menguntungkan pula agama orang lain. Dengan berbuat sebaliknya kita telah merugikan agama kita sendiri, di samping merugikan agama orang lain.
Oleh karena itu, barang siapa menghormati agamanya sendiri dan mencela agama orang lain, semata-mata karena didorong oleh rasa bakti pada agamanya sendiri dengan berpikir; bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri. Dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengar ajaran orang lain.”(Proyek Bimbingan P4, 1983/1984,: 28, SM Rasyid, 1988).
Dari isi prasasti tersebut bisa kita renungi bahwa sebenarnya, dengan menghargai agama lain, sesungguhnya kita sedang memuliakan agama kita sendiri; sebaliknya, menjelek-jelekan agama lain dengan tujuan memuliakan agama kita sesungguhnya adalah bumerang. Dengan kata lain, tindakan tersebut hanya akan membuat nama agama kita sendiri menjadi jelek.  Mungkin karena itu agama-agama lain begitu senang berperang atas nama agama, menumpahkan darah-darah manusia hanya demi pengakuan bahwa agama merekalah yang nomor satu. Berbeda dengan buddhisme, jika ditilik sepanjang sejarah, tidak pernah ada darah yang ditumpahkan demi kemuliaan Agama Buddha.

3.    Era Kerajaan di Indonesia
Pada jaman Keprabuan Majapahit telah berhasil menghantarkan bangsa di nusantara kita ini memasuki jaman keemasan karena adanya kerukunan hidup beragama, yakni kerukunan hidup antar umat beragama Hindu dan umat beragama Buddha, yang berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan negara tersebut.
Pada masa tersebut seorang pujangga besar telah menyusun karya sastra “Sutasoma”, yang di dalam mukadimahnya tersurat sebuah kalimat yang memiliki makna terdalam guna membina kerukunan persatuan dan persatuan antar umat beragama, yaitu: “Siwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”. Kalimat sakti tersebut sekarang telah dijadikan motto atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika di lambang negara garuda pancasila. 

Upaya menciptakan kerukunan dalam Buddhism
Upaya-upaya yang dilakukan untuk menciptakan kerukunan tentunya harus didukung oleh semua lapisan masyarakat. Ajaran untuk menghadapi konflik dan perselisihan diajarkan oleh Buddha melalui khotbah-khotbahNya maupun melalui teladan sikapnya.
Dalam Kosambiya Sutta, Majjhima Nikaya: 48, Buddha menjelaskan enam sifat yang patut diingat, yang menciptakan kasih sayang dan rasa hormat agar tidak ada perselisihan, dan untuk menciptakan keharmonisan serta kerukunan yaitu dengan :
a.    Mempertahankan perbuatan dengan cinta kasih melalui jasmani.
b.    Mempertahankan perbuatan dengan cinta kasih melalui ucapan.
c.  Mempertahankan perbuatan dengan cinta kasih melaui pikiran.
d.      Menggunakan barang-barang dengan cara berbagi sesuai dengan Dhamma.
e.       Menjalani kehidupan dengan kesusilaan
f.       Menjalani kehidupan dengan pandangan benar.
Cara inilah yang dianjurkan Buddha untuk menciptakan hidup yang rukun.
Kerukunan umat beragama maupun intern agama Buddha, sangatlah dibutuhkan karena merupakan kunci terciptanya suatu perdamaian. Bagi bangsa Indonesia, kerukunan merupakan kebutuhan yang tidak bisa diabaikan, terlebih lagi, bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk yang terdiri atas berbagai pemeluk agama dan suku bangsa yang berbeda-beda. Apabila kerukunan hidup tidak dapat diciptakan, maka bangsa Indonesia menjadi rawan akan terjadinya konflik. Pentingnya kerukunan, mengharuskan warga negara Indonesia untuk mendukung dan turut serta menciptakan kerukunan yang dimulai dari diri sendiri, kemudian antar umat dalam satu agama, kemudian antar umat beragama, dan juga antar umat beragama dengan pemerintah. Jika diri sendiri dapat dilatih untuk hidup rukun, maka akan memberikan contoh kepada yang lain, sehingga mereka akan meneladani dan terciptalah kerukunan, saling toleransi, saling tolong-menolong, menghargai, hormat-menghormati, saling menyayangi dan terciptalah perdamaian di Negara Indonesia.
Kita harus senantiasa menjaga keharmonisan/ kerukunan antar umat beragama agar tercipta kehidupan yang tentram dan nyaman. Untuk menjaga keharmonisan tersebut bisa dilakukan dengan cara :
a.       Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai keyakinan orang lain.
b.      Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.
c.       Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini bagian dari sikap saling menghormati.
d.      Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.
Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama tersebut hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan antar umat beragama bisa terwujud.

C.    Langkah-Langkah Pemerintah Dalam Mewujudkan Kerukunan Dan Keharmonisan Umat Beragama
Dalam rangka menciptakan kerukunan hidup beragama, pemerintah telah mencanangkan Tri Kerukunan Umat beragama yang merupakan pilar utama kerukunan berbangsa. Tri Kerukunan Umat Beragama tersebut terdiri dari :
a)      Kerukunan intern umat bergama, artinya harus ada kerukunan dalam satu lingkup agama itu sendiri. Contohnya aliran agama Buddha yaitu Theravada, Mahayana dan Tantrayana, walaupun terdiri dari berbagai sekte tetapi harus hidup rukun dan tidak membeda-bedakan karena pada hakikatnya kita semua adalah satu yaitu agama Buddha.
b)     Kerukunan antar umat beragama, artinya terdapat kerukunan antara satu agama dengan agama yang lainnya. Contohnya : hidup rukun dan saling membantu/ tolong-menolong dengan orang yang berbeda agama, misalnya agama Buddha dengan kristen, agama Hindu dengan Islam.
c)      Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah, artinya setiap kegiatan keagamaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan kebijaksanaan pemerintah. Contohnya dalam hal pendataan, pengandaan kitab suci dan pembinaan umat.
Dengan adanya Tri Kerukunan Umat Beragama ini diharapkan mampu mengatasi konflik dan perselisihan yang terjadi dimasyarakat, sehingga tercipta kehidupan beragama yang damai, tercipta kebersamaan, saling toleransi dan hormat-menghormati antar agama.
Pemerintah juga membentuk FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) yang berfungsi sebagai wadah untuk menghindarkan masyarakat dari konflik, FKUB juga dapat menjadi peredam ketika muncul suatu konflik/ permasalahan mengenai agama disuatu daerah.Disamping itu pemerintah juga membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) yang diharapkan dapat mendukung penguatan FKUB guna menjaga perdamaian umat.Melalui pembuatan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama ini, wadah komunikasi yang diisi para tokoh dan pemuka agama diharapkan lebih efektif dalam menjaga dan membina kerukunan antarumat beragama.
Mengadakan Dialog Antar Umat Bergama, salah satu pendekatan yang dikembangkan untuk memelihara kerukunan adalah meningkatkan komunikasi antar pemuka masing-masing agama, menyelenggarakan dialog agar semakin saling mengenal, saling memahami, sehingga kesalahpahaman akan semakin berkurang. Dialog tidak hanya berguna untuk membina persatuan (secara politis mencapai kesepakatan atau mendekatinya), melainkan juga dibutuhkan demi pemerkayaan dan pengakaran iman dari setiap pemeluk agama. Perjumpaan dengan agama lain mendorong kita untuk memperdalam keyakinan sendiri dan memurnikan. Tujuan dialog adalah pemahaman, komunikasi untuk menjembatani jurang ketidak-tahuan dan kesalah pahaman. Bukan maksudnya mencampuri agama lain atau untuk mengalahkan yang lain, menarik orang lain dari keyakinannya yang dianut, atau untuk mencapai kesepakatan penuh pada suatu agama universal. Masing-masing pihak berusaha menerangkan doktrin, paham dan pengalaman imannya sehingga pihak lain bisa memahami secara rasional. Dengan saling membuka diri, berbagai pikiran dan pengalaman, peserta dialog secara sukarela menerima dan memberi.
Kimball mengemukakan lima model dialog antar umat beragama, yaitu :
1.  Dialog Parlementer ( parliamentary dialogue ). Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh umat beragama di dunia. Tujuannya adalah mengembangkan kerjasama dan perdamaian antar umat beragama di dunia.
2.  Dialog Kelembagaan ( institutional dialogue ). Dialog ini melibatkan organisasi-organisasi keagamaan. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan dan memecahkan persoalan keumatan dan mengembangkan komunikasi di antara organisasi keagamaan.
3.     Dialog Teologi ( theological dialogue ). Tujuannya adalah membahas persoalan teologis filosofis agar pemahaman tentang agamanya tidak subjektif tetapi objektif.
4.  Dialog dalam Masyarakat ( dialogue in society). Dilakukan dalam bentuk kerjasama dari komunitas agama yang plural dalam menylesaikan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Dialog Kerohanian (spiritual dialogue). Dilakukan dengan tujuan mengembangkan dan memperdalam kehidupan spirituak di antara berbagai agama.

Upaya yang harus dilakukan agar kehidupan beragama di Indonesia rukun dan harmonis diantaranya adalah :
a)      Menyamakan pemahaman akan pentingnya menghargai dan menghormati perbedaan agama dan ajaran agama-agama tersebut. Perbedaan agama dan perbedaan ajaran harus disikapi bijaksana dengan menghargai dan menghormatinya, karena setiap orang tidak dapat memaksakan bahwa ajaran agama yang dianutnyalah yang paling benar.
b)      Menumbuhkan dan menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama. Setiap umat beragama yang diakui di Indonesia memiliki hak untuk menjalankan ritual dan kegiatannya, karena itu sikap toleransi terhadap kegiatan mereka patut dijunjung tinggi.
c)      Saling membantu dan tolong-menolong antar umat beragama.Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian juga antar umat beragama. Meskipun terdapat orang yang memiliki agama sama yang dapat dimintai bantuan, tetapi setiap agama juga butuh bantuan agama lain dalam menjalankan aktivitas keagamaanya.
d)  Mengedepankan cinta kasih dalam menyelesaikan masalah.Konflik agama yang terjadi dimasyarakat harus diselesaikan dengan kepala dingin dan dengan cinta kasih tanpa kekerasan.
e)    Menyelesaikan masalah agama dengan musyawarah atau dialog antar umat beragama tanpa mementingkan benar salahnya suatu agama.



BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Keharmonisan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi damai yang tercipta berkat adanya toleransi agama.Toleransi  agama adalah sikap saling menghargai tanpa melakukan diskriminasi dalam hal apapun, terutama dalam hal agama.
Kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargaidan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Kerukunan akan bisa tercapai apabila setiap kelompok agama bisa memahami dan memiliki prinsip “setuju dalam perbedaan”.
Pemerintah telah mencanangkan Tri Kerukunan Umat beragama yang merupakan pilar utama kerukunan berbangsa dan bernegara, pemerintah juga membentuk FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) yang berfungsi sebagai wadah untuk menghindarkan masyarakat dari konflik, dan juga pemerintah mengadakan Dialog antar Umat Beragama, yang merupakan salah satu pendekatan untuk memelihara kerukunan di negara Indonesia.

B.       Saran
Kerukunan antar umat beragama seharusnya bisa di bina dengan baik agar tidak terjadi suatu konflik antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama di Indonesia sangat penting, karena di Indonesia terdiri dari berbagai macam agama, serta dari agama tersebut tentunya terdapat perbedaan dari cara sembahyang, dari upacara peringatan hari besar masing-masing agama, dan juga keyakinan yang sudah menjadi tradisi dan budaya dari suatu agama. Oleh karena itu seharusnya sikap saling toleransi, saling menghargai, saling membantu dan tolong-menolong harus diciptakan dalam masyarakat di Indonesia agar kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama dapat terjalin dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1        Mukti, Khrishnanda. 2003. Wacana Buddha Dharma. Jakarta : Pustaka Vimala Virya.
2        Witono. 2011. Dharmacakra. Jakarta : CV. Karunia Jaya.
3        www.cathnewsindonesia.com, diakses 20 Maret 2015.

4        www.scribd.com/.../Kerukunan-Antar-Umat-Beragama - Tembolok – Mirip, diakses 20 Maret 2015

5        www.tugasku4u.com, diakses 20 Maret 2015

0 komentar:

Posting Komentar