Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
disekitar manusia serta mempengaruhi kehidupan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Lingkungan hidup adalah sebuah kesatuan ruang
dengan segala benda dan makhluk hidup didalamnya termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi keberlangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup yang lainnya. Lingkungan hidup mencakup ekosistem,
perilaku sosial, budaya, dan juga udara yang ada.
Kerusakan Lingkungan adalah berubahnya
struktur, bentuk, komposisi, susunan suatu lingkungan hidup yang mengakibatkan
kualitas lingkungan hidup tersebut menurun. Dengan kualitas lingkungan hidup
menurun berarti keseimbangan lingkungan terganggu. Lingkungan hidup dapat
mengalami kerusakan karena berbagai faktor. Faktor tersebut bisa jadi faktor
alam, bisa jadi diakibatkan karena kelalaian manusia, dan bisa juga terjadi
akibat kombinasi dari keduanya. Contoh-contoh kerusakan lingkungan antara lain:
1)
Tanah longsor akibat hutan yang gundul.
2)
Kebakaran hutan karena pembalakan liar.
3)
Perburuan liar yang menyebabkan terancam punahanya beberapa
spesies.
4)
Penumpukan sampah pada sungai yang mengakibatkan air tidak dapat
mengalir secara lancar hingga meluap dan menyebabkan banjir.
5)
Pembuangan sampah disembarang tempat yang mengakibatkan banyaknya
hewan pembawa penyakit seperti lalat, tikus dan nyamuk.
6)
Tsunami.
7)
Gempa bumi.
Didalam Karaniyametta Sutta dijelaskan bahwa, hendaklah
ia berpikir semoga semua makhluk berbahagia. Makhluk hidup apapun juga, yang
lemah dan yang kuat tanpa kecuali, yang panjang atau yang besar, yang sedang,
pendek, kecil atau gemuk, yang tampak atau tak tampak, yang jauh ataupun yang
dekat, yang terlahir atau yang akan lahir, semoga semua makhluk berbahagia. Hal
ini mengandung arti bahwa agama Buddha menolak terjadinya pencemaran maupun
perusakan alam dan segenap potensinya.
Sang Buddha mengumpamakan kesesuaian antara
kehidupan manusia dengan lingkungannya yaitu dengan peningkatan kesejahteraan
sebagai jalannya kereta beroda empat. Dengan memiliki empat roda kemakmuran,
manusia dan dan dewa akan hidup makmur atau sukses. Roda pertama: tempat
tinggal yang sesuai, menyangkut lingkungan fisik dan non-fisik dalam arti yang
seluas-luasnya, Kedua: pergaulan dengan orang-orang yang mulia, ketiga:
mengarahkan atau menyesuaikan dan menempatkan diri secara benar, keempat:
adanya timbunan jasa kebajikan (Anggutara Nikaya II: 31).
Dalam
Vinaya bagian Siksakaraniya, 193 dijelaskan “seorang bhikkhu harus belajar
untuk tidak membuang air kecil, air besar, atau meludah ke dalam air” dari
kutipan diatas jelas sekali bahwa, Buddhisme mengajarkan untuk tidak membuang
kotoran secara sembarangan. Menjaga dan melestarikan lingkungan hidup merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, Sang Buddha bersabda,
mengenai lingkungan: “bagai seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik
warna, maupun baunya, pergi setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana
mengembara dari desa ke desa”
(Dhammapada: 49). Dalam ekosistem, lebah tidak hanya mengambil
keuntungan dari bunga, tetapi juga sekaligus membayarnya dengan membantu
penyerbukan. Perilaku lebah memberi inspirasi, bagaimana seharusnya menggunakan
sumber daya alam terbatas (Wijaya-Mukti, 2004: 418).
Buddhisme mengecam perusakan hutan dan
lingkungan, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Brahmajala Sutta “Samana Gotama tidak
merusak biji-bijian yang masih dapat tumbuh dan tidak mau merusak tumbuh-tumbuhan”.
Dari kutipan tersebut, maka Buddhisme mengajarkan kita untuk mencintai alam ini
dan tidak merusaknya. Dalam Vinaya
bagian Prayascitta, 60 : “jika seorang bhikkhu menyebabkan
tumbuh-tumbuhan tercabut dari tempat tumbuh, maka ia melakukan pelanggaran”. Pohon-pohon dan orang-orang berada dalam
tali temali, manusia bagaikan pohon dan udara, belukar dan awan. Bila pepohonan
tidak dapat hidup, manusia tidak dapat hidup pula. Manusia saling tali-temali,
itulah tatanan antar makhluk. Didalam Aganna Sutta, dijelaskan mengenai hubungan
timbal-balik antara perilaku manusia dan evolusi perkembangan tumbuh-tumbuhan.
Jenis padi (Sali) yang pertama dikenal berupa butiran yang bersih tanpa sekam.
Padi dipetik pada sore hari, berbuah kembali keesokan harinya. Dipetik
pagi-pagi, berbutir masak kembali di sore hari. Semula manusia mengumpulkan
padi yang cukup untuk makan siang dan makan malam sekaligus. Pikiran yang
berikutnya – lebih baik lagi kalau dikumpulkan untuk dua hari, empat hari,
delapan hari, dan seterusnya. Sejak itu manusia mulai menimbun padi. Padi yang
telah dituai tidak tumbuh kembali. Maka, akibat keserakahannya, manusia harus
menanam dan menunggu cukup lama hingga padi yang ditanamnya berbuah.
Batang-batang padi mulai tumbuh berumpun. Lalu butir-butir padi pun berkulit
sekam (Digha Nikaya III:
88-90). Sikap yang terpusat pada diri manusia dan anggapan bahwa dunia
ini disediakan untuknya saja tidak membuat hidup manusia menjadi lebih baik.
Dalam Cakkavatti Sihanada
Sutta, dijelaskan bahwa sekalipun kepadatan penduduk bertambah karena
tingkat kematian menurun atau harapan hidup manusia meningkat, manusia masih
dapat cukup makan (Digha Nikaya III: 75).
Buddha mendekati lingkungan alam dan hubungan
manusia yang alami dilukiskan dalam kitab suci berguna untuk menciptakan suatu
atmosfer menyenangkan dalam kehidupan diatas bumi. Tiga peristiwa utama
menyangkut kehidupan Buddha, kelahiran, pencapaian penerangan sempurna, dan
wafat, mengambil tempat dibawah pohon terbuka. Buddha menasehatkan kepada
biarawan untuk mencari tempat luas ditengah hutan dan kaki pohon untuk praktek
meditasi. Udara menyenangkan, tenang dalam suatu lingkungan alami
dipertimbangkan sebagai sarana untuk pertumbuhan spiritual. Perhatian Buddha
untuk hutan dan pohon digarisbawahi dalam Vanaropa Sutta (Samyutta Nikaya I, 32) dimana konon penanaman
kebun (aramaropa) dan hutan (vanaropa) adalah tindakan yang berjasa,
menganugerahkan jasa siang malam sebagai penolong. Dalam Vinaya Buddha
menetapkan bahwa seorang Bhikkhu yang menyebabkan kerusakan pada tanaman
dinyatakan bersalah. Seorang pertapa harus melatih dirinya untuk menghargai
kehidupan dalam bentuk sekecil apapun (Vinaya III, 41-42).
Ajaran Buddha mengenai sikap menghormati dan
tanpa kekerasan, tidak hanya berlaku terhadap semua makhluk hidup, tetapi juga
terhadap tumbuh-tumbuhan (Digha
Nikaya I, 5). Di musim hujan (vassa) para bhikkhu melakukan rakatan dan
tidak melakukan perjalanan menghindari kemungkinan dan menginjak tunas-tunas
tanaman atau menggangu kehidupan binatang-binatang kecil yang muncul setelah
hujan (Vinaya I, 137).
Umat Buddha seharusnya wajib menanam sebatang pohon setiap beberapa tahun dan
menjaganya sampai sungguh-sungguh hidup untuk meningkatkan kesejahteraan (Jal.I. 123). Sumber daya
alam yang penting adalah hutan. Hutan dengan segala isinya merupakan sumber
kehidupan. Hutan adalah tempat yang menyenangkan untuk melakukan latihan
meditasi. Disana para pertapa yang telah bebas dari nafsu dan menyukai
kesunyian akan menyepi dan merasa gembira (Dhammapada 99). Manusia sangat berkepentingan untuk selalu
menjaga kelestarian hutan. Hendaklah sebagai umat Buddha pikirannya dipenuhi
cinta kasih yang tak terbatas, menyelimuti seluruh dunia. Ke atas, ke bawah,
dan ke sekeliling, tanpa rintangan, tanpa kebencian, tanpa rasa permusuhan
apapun (Metta Sutta).
Seseorang yang menjalankan prinsip-prinsip tersebut, tidak akan dengan sengaja
dan sadar mencemari lingkungannya, karena ia mengetahui bahwa hal itu akan
melukai, menyakiti, serta membunuh makhluk lainnya.
Sebagai umat Buddha yang baik seharusnya kita
senantiasa menjaga lingkungan kita dengan penuh kasih, agar lingkungan juga
senantiasa menjaga kita, contohnya yaitu dengan kita membuang sampah pada
tempatnya, membersihkan selokan maupun sungai yang ada di sekitar rumah kita,
menannam pohon, tidak selalu memanjakan kaki dengan berkendara terus-menerus
yaitu apabila kita ke tempat tujuan yang dekat kita alangkah baiknya berjalan
kaki saja untuk mengurangi polusi.
Suatu materi yang menarik, yang dapat menambah pengetahuan pada kita semua mengenai kerusakan lingkungan dalam buddhisme. Bagaimana Buddhis membahas mengenai kerysakan lingkungan, penyebabnya, serta cara melestarikannya,..sangat lengkap dibahas dalam artikel ini
BalasHapusThanks , sungguh bermanfaat :)
terimakasih mujiyanto, kritik dan saran dari saudara yang membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya artikel ini..
HapusBlognya bagus, Artikelnya juga bagus
BalasHapusSemoga Blog dan postingannya bisa bermanfaat bagi kita semua..
Svaha
sadhu..sadhu..sadhu mr Panji
HapusLuar biasa semoga semakin umat budha semakin maju
BalasHapusLuar biasa semoga semakin umat budha semakin maju
BalasHapus